DERITA ANAK KOS


Dari dulu sudah terbayang dalam benakku bagaimana rasanya jadi anak kos. Kupikir semua nya akan jadi serba bebas.Tak ada batasan untuk melakukan hal apapun. Tak ada aturan tak ada kekangan tak ada omelan. Dalam bayangku, semuanya akan terasa lepas, tanpa beban. Dan sudah tertancap dalam otakku bahwa jadi anak kos itu akan menyenangkan.
            Berjalannya waktu, aku mendengar berbagai macam versi cerita kehidupan anak kos dari kakak-kakak kelasku. Ada yang bilang rasanya benar-benar susah, ada yang bilang malah rasanya enjoy banget, ada yang bilang “ora jenak”, dan masih buuaaanyak suara-suara yang kudengar tentang anak kos. Semenjak itu aku mulai memutar otak untuk mengubah cara berpikir dan cara pandangku terhadap kehidupan anak kos.
            Tapi lagi-lagi hati dan otak ini membantah, seakan ada yang mengendalikanku untuk tetap tenang. Dan lama-kelamaan aku tak memikirkan lagi hal itu.
            Hal itu kembali menghampiri pikiran, setelah UN SMP usai. Dan aku pun harus berpikir lebih dalam, karena pada saat itu juga orang tuaku mulai bertanya-tanya soal SMA tujuanku.
            Satu hari berselang setelah Acara Pelepasan SMP N 1 Wonogiri, pengumuman penerimaan peserta didik baru SMAN 3 Surakarta pun tiba. Puji syukur ALHAMDULILLAH aku diterima. Dan rasa bahagia itu pun muncul. Tapi aku kembali berpikir, sekarang bukan lah saatnya untuk bersenang-senang. Aku harus melewati lika-liku jalanan untuk mencapai masa depanku.
            Kini tiba lah saat nya aku menjadi seorang anak kos. Dan semuanya jauh dari apa yang ada dalam anganku dulu. Semuuuuaaanya terasa berbeda. Mulai dari gaya hidup, cara mengatur keuangan, pola makan dsb. Terutama waktu makan, sangat sangat sangat terasa berbeda. Sewaktu di rumah makanan apapun tersedia, tinggal melahap sekenyangnya. Dan satu yang paling aku rindukan, yaitu bisa berkumpul dan bercanda bersama keluarga.
            Kadang aku bermelankolis bersama lagu-lagu “GALAU” yang tiba-tiba membuat air mata ini  “ngajakin berantem”. Semua kebiasaan yang dulu kulakukan, semuanya kurindukan.
Orang tua, pacar, sahabat-sahabat seperjuangan, sekolah, rumah, lapangan bola, televisi, kasur empuk…..semuuuaaaa ku rindukan.
            Tapi aku sadar, aku tak boleh lupa dengan komitmen yang telah kutancapkan dalam hati ini. Bahwa tujuanku di rantau adalah “menimba ilmu”. Dan satu kata-kata dari ibu yang selalu ku ingat “prihatin dhisik yo le”, yang membuatku berdiri tegar dan tak goyah oleh tipe badai apapun.
Inilah perjuangan hidup. Dan aku yakin, ALLAH akan meridloi jalan ini. INSYAALLAH….AMIN
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar